Info Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol. 9 No. 2, Juni Tahun 2009 (Rak 7-M : Kehutanan) ABSTRAK : Fenomena kerusakan hutan konservasi (HK) mendapat perhatian khusus karena HK ibarat benteng terakhir pertahanan ekosistem hutan yang lebih menekankan aspek perlindungan. Berdasarkan studi kasus di Cagar Alam Durian Lucuk II dan Hutan Bakau Pantai Timur di Provinsi Jambi serta stdi pustaka, menggunakan metode analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatis, kajian ini menghasilkan informasi tentang lambatnya proses penetapan HK, sumberdaya manusia terbatas, lokasi yang jauh dan tersebar, bentuk-bentuk ancaman terhadap Cagar Alam (CA), dan usulan pengelolan HK ke depan. Baru 21.5 % kawasan CA dan 22.2 % kawasan Suaka Margasatwa (SM) yang telah ditetapkan, sisanya 78 5 belum ditetapkan, potensi konflik batas masih sangat besar. Rasio luas HK terhadap jumlah pegawai di luar Jawa 1.000 ha s/d 29.000 ha per pegawai dan di Jawa 150 ha per pegawai. Tugas seksi Konservasi Wilayah (SKW) terutama mengurus kabakaran hutan, sebaliknya hutan mengamankan kawasan CA kurang mendapat perhatian. Tanggungjawab Balai/Balai Besar konserasi Sumber Daya Alam (KSDA) lebih besar daripada Balai/Balai Besar Taman Nasional (TN), rata-rata HK yang dikelola lebih luas, jumlah unit HK yang dikelola lebih banyak, lokasi tersebar satu sama lain. Balai/Balai Besar KSDA memiliki kantor SKW di ibukota kabupaten, namun kadangkala lokasinya makin menjauhi lokasi CA dan Suaka Alam (SA), sehingga dengan adanya 2.040 Desa yang berpenduduk 660.845 Kepala Keluarga (KK) disekitas HK maka pengelolaan dari jarak jauh dipandang kurang efektif, ancaman terhadap kawasan CA, kawasan menjadi terfragmentasi, makin sempit, tergredasi, dan mengalami kerusakan vegetasi. Usulan pengelolaan HK kedepan adalah (1) Pengelolaan berbasis resort (2) kolaboasi multipihak (3) Networking konservasi (4) Leadership konservasi (5) Multidisipliner (6) Pengelolaan beyond boundary (70 Trust fund koservasi (8) management perfomance evaluation.